|
Ilustrasi penggunaan minyak untuk memasak (Foto Dok. Shutterstock) |
DUNIA BERITA - Studi terbaru mengungkapkan bahwa minyak sayur kemungkinan mengandung zat 'racun' yang terkait dengan kanker dan kemerosotan kerja otak, demikian dilaporkan laman CNN Indonesia.
Temuan studi itu bertentangan dengan rekomendasi dari NHS, Lembaga Nasional Kesehatan Inggris yang menyarankan orang untuk memasak memakai minyak sayur dan meninggalkan butter atau mentega.
Memasak menggunakan minyak sayur akan melepaskan zat kimia beracun yang terkait dengan kanker dan bahkan juga kemerosotan kualitas otak, ujar para ahli, Sedangkan, mentega, minyak kelapa dan minyak zaitun diyakini sebagai pilihan bahan makanan yang lebih sehat.
Tatkala dipanaskan, minyak jagung, biji bunga matahari, palem dan minyak biji kedelai yang termasuk minyak sayur, melepaskan zat kimia yang disebut aldehida. Zat ini lah yang berkaitan dengan sejumlah jenis kanker dan penyakit neurodegeneratif seperti alzheimer.
Menurut Martin Grootvelt, seorang profesor di bidang bioanalisis kimia dan patologi kimia di DeMontfort University menyatakan bahwa makanan yang digoreng dengan minyak sayur seperti ikan dan kentang goreng, akan bermuatan 100-200 kali aldehydes dibanding batas yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), seperti dilansir laman Daily Telegraph.
Sedangkan memakai mentega dan minyak zaitun untuk menggoreng, ternyata menghasilkan lebih sedikit aldehida ini. Alternatif terbaik hanya pada minyak kelapa yang diyakini paling sehat.
Kecuali menyebabkan kanker, minyak sayur alih-alih juga terkait dengan penyakit jantung, kanker, peradangan, peningkatan tekanan darah dan kesehatan mental.
Menurut pendapat Profesor John Stein, profesor emeritus bidang neurosains di Universitas Oxford, mengatakan, zat asam lemak omega 6 yang terkandung dalam minyak sayur dapat mendorong keluar asam lemak omega 3 yang justru penting untuk menjaga otak tetap sehat.
"Apabila anda terlalu banyak mengonsumsi minyak jagung dan minyak biji bunga matahari, otak akan menyerap omega 6 terlalu banyak. Kondisi itu akan secara efektif memaksa keluar omega 3," tutur Profesor Stein.
"Saya yakin kekurangan omega 3 merupakan faktor yang berkontribusi bagi sejumlah masalah seperti peningkatan masalah mental dan masalah lain seperti contoh disleksia (gangguan perkembangan baca tulis)," pungkasnya.