|
Ilustrasi seseorang terkena serangan jantung (Foto Dok. Shutterstock) |
DUNIA BERITA - Dalam laporan sebuah penelitian baru di Amerika Serikat menyebutkan, alih-alih status menikah juga memengaruhi kondisi penyakit jantung seseorang. Orang-orang lajang cenderung memiliki risiko cacat atau bahkan meninggal lebih tinggi, tak lama pasca-operasi jantung.
Menurut para peneliti yang hasil studinya di terbitkan dalam JAMA Surgery, mengatakan bahwa dalam kurun dua tahun setelah operasi, pasien lajang, bercerai, atau mereka yang berpisah, memiliki 40 persen kecenderungan lebih tinggi untuk meninggal atau perlu bantuan dalam aktivitas umum ketimbang dengan pasien menikah.
"Saya pikir orang-orang mempercayai aspek-aspek penentu kesehatan sangat penting. Tetapi dalam kasus operasi, amat sedikit yang dilakukan untuk memahami kaitan berkeluarga dengan hasil operasi jantung," ujar Mark Neuman, penulis studi dari Perelmen School of Medicine di Universitas Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat.
Mengutip CNN Indonesia, dia dengan rekan setimnya, Rachel Werner, melaporkan bahwa penting untuk memahami apakah pasien lajang perlu bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan dan mandi pasca-operasi jantung.
Seperti dilansir laman Reuters, untuk mengetahui hal tersebut, para peneliti memanfaatkan laporan hasil wawancara dua tahunan terhadap 30 ribu orang berusia 50 tahun atau lebih tua. Informasi tersebut dikumpulkan dari wawancara pada tahun 2004, 2006, 2008, dan 2010.
Para peserta ditanya perihal status perkawinan mereka, serta berapa banyak bantuan yang mereka perlukan untuk naik dan turun dari tempat tidur, memakai pakaian, berjalan-jalan, makan, mandi dan pergi ke kamar mandi.
"Itu hal mendasar yang dibutuhkan untuk merawat diri sendiri dan hidup mandiri," tutur Neuman.
Menurut kesimpulan, penelitian ini memasukkan data dari 1.576 orang yang menjalani operasi jantung. Sekitar 65 persen dengan status menikah, 12 persen bercerai atau berpisah, 21 persen janda, dan mereka dengan status tidak pernah menikah sebanyak dua persen.
Sekitar tiga persen peserta meninggal dunia setelah operasi jantung dan wawancara dua tahunan berikutnya. Sedang, 21 persen lainnya bertahan hidup, namun perlu bantuan lebih besar dalam aktivitas sehari-hari mereka.
Hasilnya, pasien lajang memiliki kecenderungan meninggal lebih besar, serta ketergantungan yang besar dalam menjalani aktivitas sehari-hari dua tahun setelah opearsi jantung daripada pasien menikah.
Neuman menekankan bahwa penelitian ini tidak bisa menyebutkan mengapa orang-orang menikah lebih kecil kecenderungannya meninggal atau perlu bantuan lebih besar dalam beraktivitas setelah operasi jantung.
"Tampaknya orang menikah lebih sehat daripada orang yang tidak menikah, namun itu hanya salah-satu dari beberapa penjelasan yang mungkin," pungkasnya.