|
Ilustrasi konflik dengan pasangan (Foto Dok. Thinkstock) |
DUNIA BERITA - Banyak penelitian mengungkapkan bahwa konflik, tuntutan dan kekhawatiran dalam hubungan keluarga, pertemanan dan tetangga dapat meningkatkan risiko kematian. Studi ini diperkukuh dengan adanya sebuah penelitian baru di Denmark.
"Konflik, dapat meningkatkan risiko kematian ini terlepas dari siapa yang menjadi sumber konflik. Ini juga bermakna semua orang yang berkonflik dengan anda dapat meningkatkan risiko kematian," ujar para penulis penelitian seperti dikutip dari laman NY Daily News.
"Sementara kecemasan dan tuntutan hanya dihubungkan dengan risiko kematian jika hal ini berkaitan dengan pasangan atau anak-anak."
Berdasarkan studi, laki-laki dan orang yang tak punya pekerjaan adalah orang yang paling peka mengalami masalah ini. Rikke Lund, salah-satu peneliti dalam studi ini yang juga peneliti kesehatan masyarakat di Universitas Kopenhagen, mengatakan bahwa efek kesehatan seseorang dan jaringan sosial mereka terhadap keluarga dan teman sangat berpengaruh dalam hal ini.
Untuk menilai pengaruh stres sebab kaitan sosial dan membawa dampak kematian, para peneliti memeriksa informasi dari sebuah penelitian jangka panjang di Denmark. Responden yang diteliti adalah 9.870 orang dewasa berusia antara 30 hingga 50 tahun saat penelitian dimulai. Mereka semua ditelusuri kesehatannya dari tahun 2000 hingga akhir 2011.
Para peneliti menguji kaitan sosial yang menjadikan stres dengan mencocokkan jawaban atas pertanyaan tentang siapa (pasangan, anak, saudara, teman tetangga) yang mengakibatkan kecemasan dan konflik dalam kehidupan mereka.
Dalam masa studi, empat persen perempuan dan enam persen pria meninggal dunia. Hampir separuh kematian diakibatkan oleh kanker. pemicu lainnya adalah karena penyakit kardiovaskular, penyakit hati, kecelakaan dan bunuh diri.
Studi ini menyebutkan bahwa sekitar satu dari 10 partisan melaporkan bahwa pasangan dan anak-anak selalu kerap menjadi orang yang acap menuntut dan pemicu kecemasan. Enam persen lainnya membeberkan bahwa mereka sering mengalami konflik dengan anggota keluarga lainnya, sementara dua persen lainnya menunjukkan kerap mengalami konflik dengan teman-teman.
Peneliti juga mengungkapkan bahwa enam persen responden selalu berseteru dengan pasangan atau anak. Sementara dua persen lainnya dengan kerabat dan satu persen dengan teman dan tetangga.
Orang yang acap atau kerap mengalami kecemasan atau tuntutan karena pasangan mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar ketimbang dengan mereka yang jarang berselisih.
Sementara peserta yang acap atau kerap menghadapi kecemasan atau tuntutan lantaran anak berisiko 50 persen mengalami kematian.
Peserta yang selalu menghadapi perselisihan dengan pasangan atau teman memiliki risiko dua kali lipat mengalami kematian. Sementara jika kerap berkonfilk dengan tetangga mempunyai risiko tiga kali lipat untuk meninggal.
Akan tetapi, menurut Holt-Lunstad, peneliti psikolog di Universitas Brigham Young di Provo, Utah, yang tidak ikut serta dalam studi mengatakan bahwa penelitian ini tidak berarti bahwa akan lebih aman untuk anda jika tidak mempunyai hubungan sosial dengan orang lain.
"Kita sadar bahwa isolasi sosial itu juga tidak baik bagi kita," tuturnya, seperti dilansir CNN Indonesia.
"Konflik dengan orang lain memang tidak baik, tetapi itulah mengapa penting juga bagi kita untuk menumbuhkan aspek positif dari hubungan sosial ini daripada hanya berpikiran pada hal-hal yang menjadikan anda geram karena orang lain."